Tahun 1986, saya menerima SK
pertama tentang lokasi penempatan tugas.
Mata nanar menatap pada SK tersebut. Ya
Allah, saya ditempatkan di daerah terpencil!
Sekali lagi daerah terpencil! Daerah
yang berada di kaki gunung Bulusaraung, belum ada listrik. Transportasi ke
daerah itu juga belum lancar, jauh dari keluarga pula.
Ah, bagaimana ini? Saya belum
pernah meninggalkan keluarga. Belum terbiasa hidup sendiri.
“Pergilah nak, ini pembelajaran
hidup” bujuk bapak.
“Tapi saya takut, pak” keluh saya
parau.
“Daerah ini kan masih di Sulawesi,
perjalanannya masih bisa ditempuh dengan naik mobil” kata bapak dengan sabar.
“Tapi belum ada listriknya, sepi,
tidak ada tv” masih parau.
“Bismillah saja, inikan pilihanmu
jadi guru, maka jalani dengan semangat” kata bapak dengan mata berbinar.
Hingga waktunya tiba, saya harus
ke daerah itu. Jiwa harus dikuatkan, semangat harus dipompa lebih kencang.
Dalam perjalanan yang melelahkan
di atas mobil pete-pete (nama angkot di daerahku. Makassar) saya mencoba
memandang daerah itu dari sudut yang berbeda.
Ehm…daerah ini sangat indah.
Ketika memandang dari sudut berbeda
tampaklah keindahannya. Jalannya berliku, kadang mendaki bukit dan tak jarang
pula menuruni bukit. Shiuur …berdesir darah di jantungku.
Asyiiik… memandangi pepohonan yang
rimbun, rumah-rumah panggung khas Sulawesi Selatan berdiri tegak saling
berjauhan.
Sejuk, aromah dedaunan yang khas
menusuk hidung.
Saya melemparkan senyum ke
penumpang lain
“Assalamu alaikum bu..perkenalkan
saya ibu guru yang akan bertugas di daerah ini” saya mencoba membangun
komunikasi.
“Waalaikum salam, iiii…ada ibu
guru baru, cantiknya..”serentak ibu-ibu itu membalas salamku.
Oh senangnya disapa
seperti ini.
“Hiii …ibu-ibu bisa saja, apakah
ibu tahu sekolah yang akan saya tuju?” Tanya saya.
“Pasti tahu bu guru cantik, kan di
daerah ini hanya satu sekolah saja yang ada” jawab si ibu berbaju hijau dengan
lembut.
“Nanti kalau ibu sudah tinggal di
sini, jalan-jalan yah ke rumah, ada anakku itu yang akan ibu ajar” ajak ibu
berbaju ungu.
“Iyah, ke rumahku juga bu guru..”
mereka serempak mengundangku
Allahku inilah nikmatMu? Saya
belum mengajar anak-anak mereka tetapi mereka sudah menyambutku dengan tangan
terbuka. Bahagia tiada terkira.
Percakapan di atas mobil hari itu,
seakan oase di padang pasir, sejuk sangat sejuk. Semangatku semakin membuncah,
tak sabar rasanya menatap calon murid-muridku.
Dan, hari itu datang juga.
Perjumpaan pertama dengan murid-muridku. Wajah-wajah manis dengan berbalut
pakaian seragam sederhana. Sinar matanya
berbinar bahagia menyambut para guru baru.
Seakan menyiratkan kerinduan. Setelah
sekian lama, mereka harus meninggalkan kampung halaman jika ingin bersekolah.
Mereka juga generasi bangsa yang
membutuhkan pengetahuan.
Kekhawatiran saya yang awalnya
membuatku ragu untuk ke daerah ini sirnalah sudah.
Semangat membagi ilmu semakin
membara, bahwa ada anak-anak manis yang telah lama merindukanku, menantiku. Di
sini di daerah terpencil ini.
Dunia bukan hanya di perkotaan,
tetapi nun jauh di sana, di daerah terpencil ada dunia lain yang menjanjikan
harapan. Ada anak bangsa yang membutuhkan kasih sayang yang haus dengan ilmu
dan informasi.
0 Komentar