Saat
mantan Menteri Pendidikan pak Anies Baswedan meluncurkan program Guru
Pembelajar maka saat itu juga berbagai macam tanggapan muncul. Dari yang mulai
ngedumel jengkel, yang senyum mesem-mesem karena sadar diri sebagi guru gaptek,
yang meragukan tentang gunanya jadi guru pembelajar, yang tidak perduli, yang
senang karena mau belajar, yang malu-malu
hingga yang takut menghadapi kegiatan itu. Pokoknya ramai dee..
Padahal
kegiatan guru pembelajar itu asyik, beneran asyik. Apalagi yang masuk dalam
kategori Moda Daring Kombinasi. Saya berani bilang karena pengalaman pribadi.
He..he.. ternyata….
Awalnya
teman-teman guru malu untuk mengakui kalau dia termasuk dalam kategori itu
karena berhubungan dengan rapor guru (pssst..guru juga punya rapor lho).
Nah..lu ketahuan kan kalau guru juga banyak yang seperti murid-muridnya, ada
merahnya juga, hiks..hiks jadi malu.
Tapi
lupakanlah rapor guru itu kita fokus
saja kepada kata “Pembelajar” nya. Pada dasarnya program ini sangat membantu
guru untuk meng-up date ilmunya yang mungkin selama ini tertimbun atau bisa
jadi tersimpan rapi dalam memori dan
foldernya tidak pernah terbuka. Mari..kita buka lagi file-file di kepala,
kembali belajar lagi. Bukankah belajar itu tidak mengenal usia, waktu, dan
profesi? Seperti kata seorang pakar (maaf lupa nama pakarnya) “kalau tidak mau
belajar maka berhentilah menjadi guru!”.
Mari
..belajar lagi, tambah ilmu yang banyak lagi dengan niat membagikannya kepada
anak-anak kita, murid-murid kita sebagai generasi penerus agar kelak kita dapat
menghadap kepada Ilahi dengan tenang karena telah menunaikan amanah dengan
baik. Sesungguhnya guru adalah pelukis wajah bangsa kaena guru selalu melukis
sketsa generasi bangsa.
0 Komentar