Kemarin
si suami ulang tahun, sepiii.
Hanya
si sulung yang memberi selamat melalui
line, itupun setelah saya masukkan di grup keluarga.
Iseng-iseng
saya sampaikan tentang ulang tahunnya, eh..dianya cuek bebek saja, ngeloyor…
Kata
“ulang tahun” dalam keluarga saya memang bukanlah hal yang istimewa, kami terbiasa
dengan keadaan itu. Siapapun yang berulang tahun, cukup kami saling bercanda.
“cie..cie..yang
ulang tahun, tambah tua dong”. Biasanya yang berulang tahun cemberut saja.
Satu-satunya
yang pernah merayakan ulang tahun adalah si bungsu, ketika itu dia berusia 5
tahun. Karena beberapa kali menghadiri undangan perayaan ulang tahun anak tetangga, makanya dia merengek juga. Perayaannya sangat sederhana yang
menghadiri hanya saudara, sepupu-sepupu dan tante-tantenya saja. Sebenarnya itu
bukan perayaan, hanya sekedar syukuran kecil-kecilan sekedar memenuhi
rengekan si bungsu.
Usia
suami saya bertambah sekaligus waktunya di dunia semakin berkurang. Namun demikian saya harus tetap bersyukur karena masih diberi waktu mendampingiku. Alhamdulillah,
ia semakin matang dan saya semakin jatuh cinta padanya.
Diam-diam,
saya mengamatinya.
Terlihat
keriput-keriput semakin nyata di sudut-sudut matanya, pipinya, dagunya.
Pelan-pelan kusibak rambut tipisnya, ehem… menyembul beberapa helai uban yang
selalu disembunyikannya.
saya belai-belai
lengannya, yang selalu merengkuh bahuku kala kegelisahan melanda, sedih maupun marah.
Lengan inilah yang selalu menggandeng kemanapun saya melangkah.
Teruslah
sehat suamiku!
Jika ia sakit, saya biasa berpikir andai bisa memilih, maka lebih baik saya yang sakit daripada dia.
Kenapa?
Karena saya tidak sesabar dia mengurus orang sakit. Dia memang sangat sabar mengurus
siapapun yang sakit dalam keluarga kami. Dia telaten dan siaga mengurus dan
mendampingi.
Selamat
ulang tahun, suamiku.
Tidak
ada perayaan maupun hadiah istimewa untukmu, sebagaimana prinsip dalam keluarga
kita, bahwa perayaan ulang tahun tidak termasuk dalam agenda keluarga.
Walau
tanpa perayaan saya selalu memberimu hadiah lima kali sehari di setiap akhir
sholatku. Doa untuk keselamatan dan kesehatan untukmu.
Saya akan selalu memberimu hadiah, cinta, kasih sayang yang tak akan pernah
tergantikan.
Selamat
bertambah usia, suamiku.
Semoga
kita tetap dipersatukan kelak di sorga.
Maafkan
segala kesalahan dan kekurangan saya selama mendampingimu.
3 Komentar
Artikelnya bagus mbak, inspiratif :D
BalasHapusTerima kasih atas kunjungannnya
Hapuskeren lho bu...
BalasHapusinspiratif skali..
skali salam kenal bu..
saya bangga bisa kenal ibu dawiah
saya slh satu peserta sagusaku dr tkl dan sgt senang bisa kenal ma semua tmn2 di IGI..
jujur bu . sdh sejak lama kepinggin nulis sendiri dan klo bisa punya buku sendiri yg ingin kuhadiahkan buat anak2 , suami, keluarga dan masyarakat tentunya..
saya juga aktifis perempuan di takalar.. byk hal yg bisa jd ide
mohon bimbingan dan bantuannya iya bu dawiah
salam hormat dr Nini afriani