Literasi Ilmiah dan Kompetensi Ilmiah
Literasi dapat didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat disimpulkan, bahwa literasi adalah kemampuan untuk mendapatkan, memilah, memahami dan memanfaatkan pengetahuan.
Sedangkan literasi ilmiah merupakan kemampuan untuk memahami dan mengevaluasi pengetahuan ilmiah secara kritis untuk mencapai suatu tujuan (Britt dkk., 2014).
Literasi ilmiah berdasarkan kerangka yang digunakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015 dan 2018 adalah kemampuan untuk memahami isu-isu sains terkait, serta memahami gagasan-gagasan sains untuk menjadi warga negara yang reflektif.
Sejak tahun 2015, OECD juga menegaskan bahwa literasi sains terkait dengan pemahaman mengenai hal-hal yang penting untuk diketahui, dinilai dan dilakukan dalam suatu situasi yang harus melibatkan sains dan teknologi.
Literasi ilmiah menurut American Association for the Advancement of Science (AAAS) adalah kemampuan seseorang dalam memahami bagaimana seorang ilmuwan bekerja dan mencapai suatu kesimpulan ilmiah serta keterbatasannya sehingga dapat menentukan sikap menerima atau menolak kesimpulan ilmiah tersebut(AAAS, 1993).
Secara nasional maupun internasional, literasi ilmiah sangat penting dalam menghadapi tantangan utama, yaitu:
- Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan makanan.
- Pengendalian penyakit.
- Kecukupan penyediaan energi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (UNEP, 2012).
Literasi ilmiah tiap warga negara dipengaruhi oleh sikap-sikapnya terhadap sains (ketertarikan, penilaian terhadap penyelidikan ilmiah, dan kepedulian terhadap lingkungan).
Literasi ilmiah juga dipengaruhi oleh dasar pengetahuan yang dijadikan acuan.
Terminologi pengetahuan dalam literasi ilmiah PISA 2015 mengacu pada tiga, yaitu: pengetahuan yang bersifat isi atau materi, prosedural, dan epistemik.
Pengetahuan tentang isi atau materi adalah pengetahuan berupa fakta, konsep gagasan, dan teori mengenai alam semesta yang telah diakui.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai upaya mengumpulkan data melalui pengukuran, mengontrol variabel, dan standar dalam menampilkan dan mengomunikasikan data.
Pengetahuan epistemik mengacu pada pemahaman mengenai fungsi-fungsi pertanyaan, pengamatan, perumusan hipotesis, pemilihan dasar teori, model, dan argumen, pengenalan terhadap beragamnya bentuk penyelidikan ilmiah, dan peran sesama penyelidik dalam menegakkan suatu pengetahuan yang dapat dipercaya.
Konteks dalam soal berbasis kompetensi ilmiah dapat berupa hal-hal yang bersifat personal, lokal atau nasional, maupun global terkait masalah kesehatan dan penyakit, sumberdaya alam, kualitas lingkungan, risiko berbahaya, serta cakupan dalam sains dan teknologi.
Ada tiga indikator keterampilan dalam literasi ilmiah menurut OECD 2016, yaitu
- Menjelaskan fenomena secara ilmiah.
- Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah.
- Menginterpretasi data dan bukti-bukti secara ilmiah.
Dalam praktik sains, kompetensi ilmiah sangat penting karena berhubungan dengan kemampuan kognitif utama yaitu penalaran deduktif dan induktif, berpikir sistem, berpikir kritis, transformasi informasi, membangun dan mengomunikasikan argumen berbasis data, berpikir dalam model skala serta mengaplikasikan sains (OECD 2017).
Karakter kompetensi ilmiah juga sejalan dengan keterampilan abad ke-21, yaitu:
Kemampuan beradaptasi, keterampilan sosial atau komunikasi kompleks, pemecahan masalah tak terduga, pengelolaan dan pengembangan diri dalam bersikap positif terhadap sains, serta berpikir sistem (Bybee, 2009).
Kompetensi ilmiah ini juga menjadi pendukung Kompetensi Transformatif yang dicanangkan oleh OECD dalam E2030 (arah pendidikan hingga tahun 2030), yaitu (1) Creating new value (menciptakan nilai baru), (2) Reconciling tensions and dilemmas (merekonsiliasi ketegangan dan dilema) serta (3) Taking responsibility (mengambil tanggung jawab) (OECD 2018).
Bentuk-bentuk keterampilan dari ketiga kompetensi ilmiah yang diharapkan dapat diamati perkembangannya
Kompetensi Ilmiah
Menjelaskan fenomena secara ilmiah: mampu mengenali, memaparkan dan mengevaluasi hal-hal terkait fenomena alam dan teknologi.
Bentuk-bentuk Keterampilan
- Mengingat atau menyebutkan dan menerapkan pengetahuan ilmiah secara tepat.
- Mengidentifikasi, menggunakan dan membuat model-model dan tampilan ilmiah.
- Membuat dan menetapkan prediksi dengan tepat.
- Mengajukan penjelasan hipotesis.
- Menerangkan implikasi potensial dari pengetahuan sains bagi masyarakat.
Kompetensi Ilmiah
Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah: mampu menguraikan dan memberikan penilaian terhadap suatu penyelidikan ilmiah dan mengajukan cara-cara untuk menjawab pertanyaan secara ilmiah.
Bentuk-bentuk Keterampilan
- Mengidentifikasi pertanyaan yang diselidiki dalam suatu kajian ilmiah.
- Membedakan pertanyaan yang dapat dan tidak dapat diselidiki secara ilmiah.
- Mengajukan cara untuk mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah.
- Mengevaluasi cara untuk mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara ilmiah.
- Menguraikan dan mengevaluasi bagaimana ilmuwan meyakini reliabilitas data, serta objektivitas dan kemungkinan generalisasi dari suatu penjelasan.
Kompetensi Ilmiah
Menginterpretasi data dan bukti secara ilmiah: menganalisis dan mengevaluasi data, klaim, dan argumen dalam beragam bentuk representasi dan membuat kesimpulan ilmiah yang tepat.
Bentuk-bentuk Keterampilan
- Mengubah data dari satu bentuk presentasi ke bentuk lainnya.
- Menganalisis dan menginterpretasi data dan memberikan kesimpulan yang tepat.
- Membedakan antara argumen berbasis bukti ilmiah dan yang berbasis pertimbangan-pertimbangan lainnya.
- Mengevaluasi argumen dan bukti-bukti ilmiah dari berbagai sumber (misalnya koran, internet, jurnal ilmiah).
Referensi:
- P4TK IPA
- Media.neliti.com
Demikian. Semoga bermanfaat
Makassar, 4 Februari 2025
Dawiah
0 Komentar